SISTEM MANAJEMEN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
NAMA : MOCH. MUSTAKIM
NBI
: 1421404641
BAB I
PENDAHULUAN
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan
suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani
maupun rohani. Dengan keselamatan dan kesehatan kerja maka para pihak
diharapkan dapat melakukan pekerjaan dengan aman dan nyaman. Pekerjaan
dikatakan aman jika apapun yang dilakukan oleh pekerja tersebut, resiko yang
mungkin muncul dapat dihindari. Pekerjaan dikatakan nyaman jika para pekerja
yang bersangkutan dapat melakukan pekerjaan dengan merasa nyaman dan betah,
sehingga tidak mudah capek.
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan
salah satu aspek perlindungan tenaga kerja yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003. Dengan menerapkan teknologi pengendalian keselamatan dan
kesehatan kerja, diharapkan tenaga kerja akan mencapai ketahanan fisik, daya
kerja, dan tingkat kesehatan yang tinggi. Disamping itu keselamatan dan
kesehatan kerja dapat diharapkan untuk menciptakan kenyamanan kerja dan
keselamatan kerja yang tinggi. Jadi, unsur yang ada dalam kesehatan dan
keselamatan kerja tidak terpaku pada faktor fisik, tetapi juga mental,
emosional dan psikologi.
Meskipun ketentuan mengenai kesehatan dan
keselamatan kerja telah diatur sedemikian rupa, tetapi dalam praktiknya tidak
seperti yang diharapkan. Begitu banyak faktor di lapangan yang mempengaruhi
kesehatan dan keselamatan kerja seperti faktor manusia, lingkungan dan
psikologis. Masih banyak perusahaan yang tidak memenuhi standar keselamatan dan
kesehatan kerja. Begitu banyak berita kecelakaan kerja yang dapat kita
saksikan. Dalam makalah ini kemudian akan dibahas mengenai permasalahan
kesehatan dan keselamatan kerja serta bagaimana mewujudkannya dalam keadaan
yang nyata.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja
1.
Menurut Mangkunegara, keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu
pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah
maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil
karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur.
2.
Menurut Suma’mur (1981: 2), keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha
untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang
bekerja di perusahaan yang bersangkutan.
3.
Menurut Simanjuntak (1994), keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan
yang bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang
mencakup tentang kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan
kondisi pekerja
4.
Mathis dan Jackson, menyatakan bahwa keselamatan adalah merujuk pada
perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cidera yang
terkait dengan pekerjaan. Kesehatan adalah merujuk pada kondisi umum fisik,
mental dan stabilitas emosi secara umum.
5.
Menurut Ridley, John (1983), mengartikan kesehatan dan keselamatan kerja
adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi
pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik
atau tempat kerja tersebut.
6.
Jackson, menjelaskan bahwa kesehatan dan keselamatan kerja menunjukkan
kepada kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang
diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan.
7.
Ditinjau dari sudut keilmuan, kesehatan dan keselamatan kerja adalah
ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja di tempat kerja. (Lalu Husni, 2003: 138).
Setelah melihat berbagai pengertian di atas,
pada intinya dapat ditarik kesimpulan bahwa kesehatan dan keselamatan kerja
adalah suatu usaha dan upaya untuk menciptakan perindungan dan keamanan dari
resiko kecelakaan dan bahaya baik fisik, mental maupun emosional terhadap
pekerja, perusahaan, masyarakat dan lingkungan. Jadi berbicara mengenai
kesehatan dan keselamatan kerja tidak melulu membicarakan masalah keamanan
fisik dari para pekerja, tetapi menyangkut berbagai unsur dan pihak.
B.
Urgensi Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan
bagian yang sangat penting dalam ketenagakerjaan. Oleh karena itu, dibuatlah
berbagai ketentuan yang mengatur tentang kesehatan dan keselamatan kerja.
Berawal dari adanya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Pokok-Pokok
Ketenagakerjaan yang dinyatakan dalam Pasal 9 bahwa “setiap tenaga kerja berhak
mendapatkan perlindungan atas keselamatan, kesehatan dan pemeliharaan moril
kerja serta perlakuan yang sesuai dengan harkat, martabat, manusia, moral dan
agama”. Undang-Undang tersebut kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 ini ada
beberapa hal yang diatur antara lain:
a.
Ruang lingkup keselamatan kerja, adalah segala tempat kerja, baik di
darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air, maupun di udara yang
berada dalam wilayah hukum kekuasaan RI. (Pasal 2).
b.
Syarat-syarat keselamatan kerja adalah untuk:
·
Mencegah dan mengurangi kecelakaan
·
Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran
·
Mencegah dan mengurangi peledakan
·
Memberi pertolongan pada kecelakaan
·
Memberi alat-alat perlindungan diri pada pekerja
·
Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai
·
Memelihara kesehatan dan ketertiban
·
dll (Pasal 3 dan 4).
c.
Pengawasan Undang-Undang Keselamatan Kerja, “direktur melakukan
pelaksanaan umum terhadap undang-undang ini, sedangkan para pegawai pengawas
dan ahli keselamatan kerja ditugaskan menjalankan pengawasan langsung terhadap
ditaatinya undang-undang ini dan membantu pelaksanaannya. (Pasal 5).
d.
Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk Panitia Pembinaan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja untuk mengembangkan kerja sama, saling pengertian dan
partisipasi yang efektif dari pengusaha atau pengurus tenaga kerja untuk
melaksanakan tugas bersama dalam rangka keselamatan dan kesehatan kerja untuk
melancarkan produksi. (Pasal 10).
e.
Setiap kecelakan kerja juga harus dilaporkan pada pejabat yang ditunjuk
oleh Menteri Tenaga Kerja di dinas yang terkait. (Pasal 11 ayat 1).
(Suma’mur. 1981: 29-34).
Dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 86 ayat 1
UU Nomor 13 Tahun 2003 diatur pula bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak
untuk memperoleh perlindungan atas:
a.
Keselamatan kerja
b.
Moral dan kesusilaan
c.
Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta
nilai-nilai agama.
Selain diwujudkan dalam bentuk undang-undang,
kesehatan dan keselamatan kerja juga diatur dalam berbagai Peraturan Menteri.
Diantaranya Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-01/MEN/1979 tentang
Pelayanan Kesehatan Kerja. Tujuan pelayanan kesehatan kerja adalah:
a.
Memberikan bantuan kepada tenaga kerja dalam penyesuaian diri dengan
pekerjaanya.
b.
Melindungi tenaga kerja terhadap setiap gangguan kesehatan yang timbul
dari pekerjaan atau lingkungan kerja.
c.
Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental, dan kemapuan fisik tenaga
kerja.
d.
Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi tenaga kerja
yang menderita sakit.
Selanjutnya Peraturan Menteri Tenaga Kerja
Nomor Per-02/MEN/1979 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja. Pemeriksaan
kesehatan tenaga kerja meliputi: pemeriksaan kesehatan sebelum kerja,
pemeriksaan kesehatan berkala, pemeriksaan kesehatan khusus. Aturan yang lain
diantaranya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagaan dan
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 03/MEN/1984 tentang Mekanisme Pengawasan
Ketenagakerjaan.
Arti penting dari kesehatan dan keselamatan
kerja bagi perusahaan adalah tujuan dan efisiensi perusahaan sendiri juga akan
tercapai apabila semua pihak melakukan pekerjaannya masing-masing dengan tenang
dan tentram, tidak khawatir akan ancaman yang mungkin menimpa mereka. Selain
itu akan dapat meningkatkan produksi dan produktivitas nasional. Setiap
kecelakaan kerja yang terjadi nantinya juga akan membawa kerugian bagi semua
pihak. Kerugian tersebut diantaranya menurut Slamet Saksono (1988: 102) adalah
hilangnya jam kerja selama terjadi kecelakaan, pengeluaran biaya perbaikan atau
penggantian mesin dan alat kerja serta pengeluaran biaya pengobatan bagi korban
kecelakaan kerja.
Menurut Mangkunegara tujuan dari keselamatan
dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut:
a. Agar setiap pegawai mendapat jaminan
keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis.
b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan
kerja digunakan sebaik-baiknya dan seefektif mungkin.
c. Agar semua hasil produksi dipelihara
keamanannya.
d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan gizi pegawai.
e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian
kerja, dan partisipasi kerja.
f. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang
disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja.
g. Agar setiap pegawai merasa aman dan
terlindungi dalam bekerja
Melihat urgensi mengenai pentingnya kesehatan
dan keselamatan kerja, maka di setiap tempat kerja perlu adanya pihak-pihak
yang melakukan kesehatan dan keselamatan kerja. Pelaksananya dapat terdiri atas
pimpinan atau pengurus perusahaan secara bersama-sama dengan seluruh tenaga
kerja serta petugas kesehatan dan keselamatan kerja di tempat kerja yang
bersangkutan. Petugas tersebut adalah karyawan yang memang mempunyai keahlian
di bidang keselamatan dan kesehatan kerja, dan ditunjuk oleh pimpinan atau
pengurus tempat kerja/perusahaan
Pengusaha sendiri juga memiliki kewajiban
dalam melaksanakan kesehatan dan keselamatan kerja. Misalnya terhadap tenaga
kerja yang baru, ia berkewajiban menjelaskan tentang kondisi dan bahaya yang
dapat timbul di tempat kerja, semua alat pengaman diri yang harus dipakai saat
bekerja, dan cara melakukan pekerjaannya. Sedangkan untuk pekerja yang telah
dipekerjakan, pengusaha wajib memeriksa kesehatan fisik dan mental secara
berkala, menyediakan secara cuma-cuma alat pelindung diri, memasang
gambar-gambar tanda bahaya di tempat kerja dan melaporkan setiap kecelakaan
kerja yang terjadi kepada Depnaker setempat.
Para pekerja sendiri berhak meminta kepada
pimpinan perusahaan untuk dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan
kerja, menyatakan keberatan bila melakukan pekerjaan yang alat pelindung
keselamatan dan kesehatan kerjanya tidak layak. Tetapi pekerja juga memiliki
kewajiban untuk memakai alat perlindungan diri yang diwajibkan dan menaati
persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja yang berlaku. Setelah mengetahui
urgensi mengenai kesehatan dan keselamatan kerja, koordinasi dari pihak-pihak
yang ada di tempat kerja guna mewujudkan keadaan yang aman saat bekerja akan
lebih mudah terwujud.
C.
Kasus Kecelakaan Kerja dan Solusi
1.
Kecelakaan Kerja
Keselamatan dan kesehatan kerja bertalian
dengan apa yang disebut dengan kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja adalah
kecelakaan yang berhubungan dengan pelaksanaan kerja yang disebabkan karena
faktor melakukan pekerjaan. (Suma’mur, 1981: 5). Kecelakaan kerja juga
diartikan sebagai kecelakaan yang terjadi di tempat kerja atau suatu kejadian
yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses
aktivitas kerja. (Lalu Husni, 2003: 142). Kecelakaan kerja ini disebabkan oleh
beberapa faktor. Faktor-faktor dalam hubungan pekerjaan yang dapat mendatangkan
kecelakaan ini disebut sebagai bahaya kerja. Bahaya kerja ini bersifat
potensial jika faktor-faktor tersebut belum mendatangkan bahaya. Jika
kecelakaan telah terjadi, maka disebut sebagai bahaya nyata. (Suma’mur, 1981:
5).
Lalu Husni secara lebih jauh
mengklasifikasikan ada empat faktor penyebab kecelakaan kerja yaitu:
a.
Faktor manusia, diantaranya kurangnya keterampilan atau pengetahuan
tentang industri dan kesalahan penempatan tenaga kerja.
b.
Faktor material atau peralatannya, misalnya bahan yang seharusnya dibuat
dari besi dibuat dengan bahan lain yang lebih murah sehingga menyebabkan
kecelakaan kerja.
c.
Faktor sumber bahaya, meliputi:
·
Perbuatan bahaya, misalnya metode kerja yang salah, sikap kerja yang
teledor serta tidak memakai alat pelindung diri.
·
Kondisi/keadaan bahaya, misalnya lingkungan kerja yang tidak aman serta
pekerjaan yang membahayakan.
d.
Faktor lingkungan kerja yang tidak sehat, misalnya kurangnya cahaya,
ventilasi, pergantian udara yang tidak lancar dan suasana yang sumpek.
Dari beberapa faktor tersebut, Suma’mur
menyederhanakan faktor penyebab kecelakaan kerja menjadi dua yaitu:
a.
Tindak perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe human
act atau human error).
b.
Keadaan lingkungan yang tidak aman. (Suma’mur, 1981: 9).
Diantara penyederhanaan tersebut, faktor
manusia adalah penyebab kecelakaan kerja di Indonesia yang paling dominan. Para
ahli belum dapat menemukan cara yang benar-benar jitu untuk menghilangkan
tidakan karyawan yang tidak aman tersebut. Tindakan-tindakan tersebut
diantaranya membuat peralatan keselamatan dan keamanan tidak beroperasi dengan
cara memindahkan, mengubah setting, atau memasangi kembali, memakai peralatan
yang tidak aman atau menggunakannya secara tidak aman, menggunakan prosedur
yang tidak aman saat mengisi, menempatkan, mencampur, dan mengkombinasikan
material, berada pada posisi tidak aman di bawah muatan yang tergantung,
menaikkan lift dengan cara yang tidak benar, pikiran kacau, tidak memperhatikan
tanda bahaya dan lain-lain.
Kecelakaan kerja tentunya akan membawa suatu
akibat yang berupa kerugian. Kerugian yang bersifat ekonomis misalnya kerusakan
mesin, biaya perawatan dan pengobatan korban, tunjangan kecelakaan, hilangnya
waktu kerja, serta menurunnya mutu produksi. Sedangkan kerugian yang bersifat
non ekonomis adalah penderitaan korban yang dapat berupa kematian, luka atau
cidera dan cacat fisik.
Suma’mur (1981: 5) secara lebih rinci menyebut
akibat dari kecelakan kerja dengan 5K yaitu:
a.
Kerusakan
b.
Kekacauan organisasi
c.
Keluhan dan kesedihan
d.
Kelainan dan cacat
e.
Kematian
2.
Contoh Kasus Kecelakaan Kerja
Empat Pekerja di Pabrik Gula Tewas, Tersiram
Air Panas
Cilacap–Empat pekerja cleaning servis di
pabrik gula Rafinasi PT Darma Pala Usaha Sukses, Cilacap, Jawa Tengah, Rabu
(29/07/09), tewas setelah tersiram air panas didalam tangki. Satu pekerja
lainnya selamat namun mengalami luka parah. Diduga kecelakaan ini akibat
operator kran tidak tahu masih ada orang di dalam tangki. Pihak perusahaan
terkesan menutup-nutupi insiden ini.Peristiwa tragis di pabrik gula Rafinasi PT
Darma Pala Usaha Sukses yang ada di komplek Pelabuhan
Tanjung Intan Cilacap ini terjadi sekitar
pukul 10.00 WIB. Musibah bermula saat 5 pekerja tengah membersihkan bagian
dalam tangki gula kristal di pabrik tersebut. Tiba-tiba kran yang berada di
atas dan mengarah kedalam tangki mengeluarkan air panas yang diperkirakan
mencapai 400 derajat Celsius. Akibatnya, keempat pekerja yang ada didalamnya
tewas seketika dengan kondisi mengenaskan karena panasnya uap.Para korban yang
tewas semuanya warga Cilacap yakni Feri Kisbianto, Jumono, Puji Sutrisno dan
Kasito. Sedangkan pekerja yang bernama Adi Purwanto berhasil menyelamatkan
diri, namun mengalami luka parah.
Menurut salah seorang rekan pekerja, air panas
tersebut mengucur ke dalam tangki setelah tombol kran dibuka oleh salah seorang
karyawan pabrik. Diduga operator kran tidak mengetahui jika pekerjaan didalam
tangki tersebut belum selesai.
Hingga saat ini belum diperoleh keterangan
resmi terkait kecelakaan kerja tersebut, karena semua pimpinan di Pabrik PT
Darma Pala Usaha Sukses berusaha menghindar saat ditemui wartawan. Sementara
polisi juga belum mau memberikan keterangan atas musibah tersebut. (Nanang Anna
Nur/Sup).
Analisis Kasus
Jika ditinjau dari faktor penyebab kecelakaan
kerja, penyebab dasar kecelakaan kerja adalah human error. Dalam hal ini,
kesalahan terletak pada operator kran. Menanggapi kecelakaan yang telah
menewaskan empat orang tersebut, seharusnya sang operator kran bersikap lebih
hati-hati serta teliti yaitu dengan benar-benar memastikan bahwa tangki gula
krsital tersebut telah kosong serta aman dialirkan air ke dalamnya, maka
mungkin kecelakaan kerja tersebut tidak akan terjadi. Karyawan saat memasuki
tangki seharusnya juga mengenakan alat-alat pelindung diri agar terhindar dari
bahaya kecelakaan kerja.
Kemudian penyebab kecelakaan yang lain adalah
kurangnya pengawasan manajemen dalam bidang kesehatan, keselamatan, dan
keamanan pada perusahaan tersebut. Sistem manajemen yang baik seharusnya lebih
ketat pengawasannya terhadap alat ini menyadari alat ini memiliki risiko yang
besar untuk menghasilkan loss atau kerugian. Beberapa tindakan manajemen yang
bisa dilakukan adalah dengan meletakkan kamera-kamera di dalam alat tersebut
sehingga operator kran dapat memastikan bahwa di dalam tangki benar-benar tidak
ada orang. Kemudian, apabila teknologi yang lebih canggih dapat diterapkan di
sana, maka pada tangki tersebut dapat dipasang sebuah alat pendeteksi di mana
apabila di dalam tangki masih terdapat orang atau benda asing, maka ada sebuah
lampu yang menyala yang mengindikasikan di dalam tangki tersebut terdapat orang
atau benda asing.
Kemudian apabila telah terjadi kecelakaan,
seharusnya dilakukan investigasi kecelakaan, inspeksi, pencatatan serta
pelaporan kecelakaan kerja. Tujuan dari kegiatan ini tentu untuk meningkatkan
manajemen dari kesehatan, keamanan serta keselamatan pada perusahaan tersebut,
menentukan tindakan pencegahan yang tepat serta menurunkan faktor risiko pada
kecelakaan tersebut. Namun, sayangnya sikap dari pihak perusahaan yang
menutup-nutupi kejadian kecelakaan kerja tersebut dapat menghambat berjalannya
investigasi tersebut. Perusahaan tidak akan dapat mengambil pelajaran melalui
kecelakaan ini. Ini berarti kecelakaan semacam ini masih memiliki kemungkinan
yang cukup besar untuk kembali terjadi, baik pada perusahaan yang sama maupun
pada perusahaan sejenisnya.
3.
Solusi Mengatasi Kecelakaan Kerja
Ada beberapa solusi yang dapat digunakan untuk
mencegah atau mengurangi resiko dari adanya kecelakaan kerja. Salah satunya
adalah pengusaha membentuk Panitia Pembina Kesehatan dan Keselamatan Kerja
untuk menyusun program keselamatan kerja. Beberapa hal yang menjadi ruang
lingkup tugas panitia tersebut adalah masalah kendali tata ruang kerja, pakaian
kerja, alat pelindung diri dan lingkungan kerja.
a.
Tata ruang kerja yang baik adalah tata ruang kerja yang dapat mencegah
timbulnya gangguan keamanan dan keselamatan kerja bagi semua orang di dalamnya.
Barang-barang dalam ruang kerja harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga
dapat dihindarkan dari gangguan yang ditimbulkan oleh orang-orang yang berlalu
lalang di sekitarnya. Jalan-jalan yang dipergunakan untuk lalu lalang juga
harus diberi tanda, misalnya dengan garis putih atau kuning dan tidak boleh
dipergunakan untuk meletakkan barang-barang yang tidak pada tempatnya.
Kaleng-kaleng yang mudah bocor atau terbakar
harus ditempatkan di tempat yang tidak beresiko kebocoran. Jika perusahaan yang
bersangkutan mengeluarkan sisa produksi berupa uap, maka faktor penglihatan dan
sirkulasi udara di ruang kerja juga harus diperhatikan
b.
Pakaian kerja sebaiknya tidak terlalu ketat dan tidak pula terlalu
longgar. Pakaian yang terlalu longgar dapat mengganggu pekerja melakukan
penyesuaian diri dengan mesin atau lingkungan yang dihadapi. Pakaian yang
terlalu sempit juga akan sangat membatasi aktivitas kerjanya. Sepatu dan hak
yang terlalu tinggi juga akan beresiko menimbulkan kecelakaan. Memakai cincin
di dekat mesin yang bermagnet juga sebaiknya dihindari.
c.
Alat pelindung diri dapat berupa kaca mata, masker, sepatu atau sarung
tangan. Alat pelindung diri ini sangat penting untuk menghindari atau
mengurangi resiko kecelakaan kerja. Tapi sayangnya, para pekerja terkadang
enggan memakai alat pelindung diri karena terkesan merepotkan atau justru
mengganggu aktivitas kerja. Dapat juga karena perusahaan memang tidak
menyediakan alat pelindung diri tersebut.
d.
Lingkungan kerja meliputi faktor udara, suara, cahaya dan warna. Udara
yang baik dalam suatu ruangan kerja juga akan berpengaruh pada aktivitas kerja.
Kadar udara tidak boleh terlalu banyak mengandung CO2, ventilasi dan AC juga
harus diperhatikan termasuk sirkulasi pegawai dan banyaknya pegawai dalam suatu
ruang kerja. Untuk mesin-mesin yang menimbulkan kebisingan, tempatkan di
ruangan yang dilengkapi dengan peredam suara. Pencahayaan disesuaikan dengan kebutuhan
dan warna ruang kerja disesuaikan dengan macam dan sifat pekerjaan. (Slamet
Saksono, 1988: 104-111).Untuk kasus seperti yang terjadi pada pabrik gula di
atas, ada beberapa alternatif pencegahan selain yang tadi telah disebutkan.
Tindakan tersebut dapat berupa:
a.
Dibuatnya peraturan yang mewajibkan bagi setiap perusahaan untuk memilki
standarisasi yang berkaitan dengan keselamatan karyawan, perencanaan,
konstruksi, alat-alat pelindung diri, monitoring perlatan dan sebagainya.
b.
Adanya pengawas yang dapat melakukan pengawasan agar peraturan
perusahaan yang berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan kerja dapat
dipatuhi.
c.
Dilakukan penelitian yang bersifat teknis meliputi sifat dan ciri-ciri
bahan yang berbahaya, pencegahan peledakan gas atau bahan beracun lainnya.
Berilah tanda-tanda peringatan beracun atau berbahaya pada alat-alat tersebut
dan letakkan di tempat yang aman.
d.
Dilakukan penelitian psikologis tentang pola-pola kejiwaan yang
menyebabkan terjadinya kecelakaan serta pemberian diklat tentang kesehatan dan
keselamatan kerja pada karyawan.
e.
Mengikutsertakan semua pihak yang berada dalam perusahaaan ke dalam
asuransi. (Sutrisno dan Kusmawan Ruswandi. 2007: 14).
D.
Implementasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
Dalam era industri seperti sekarang ini, tidak
dapat kita pungkiri begitu banyak perusahaan-perusahaan besar yang berdiri di
Indonesia. Mulai dari perusahaan kelas ringan sampai kelas berat ada. Sebagai
perusahaan yang telah mempekerjakan orang-orang di dalamnya, perusahaan
diwajibkan untuk memberi perlindungan dalam bidang kesehatan dan keselamatan
kerja kepada setiap pihak di dalamnya agar tercapai peningkatan produktivitas
perusahaan.
Pemerintah sendiri sebenarnya cukup menaruh
perhatian terhadap permasalahan kesehatan dan keselamatan kerja ini. Berbagai
macam produk perundang-undangan dan peraturan-peraturan pendukung lainnya
dikeluarkan untuk melindungi hak-hak pekerja terhadap kesehatan dan keselamatan
kerja mereka. Beberapa perusahaan yang ada sebagian juga telah memiliki standar
keamanan dan kesehatan kerja.
UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
menjelaskan tentang pentingnya perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan
pekerja. Undang-Undang tersebut berawal dari UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang
keselamatan kerja. UU Nomor 1 Tahun 1970 tersebut menjelaskan pentingnya
keselamatan kerja baik itu di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam
air, dan di udara di wilayah Republik Indonesia. Implementasinya diberlakukan
di tempat kerja yang menggunakan peralatan berbahaya, bahan B3 (Bahan Beracun
dan Berbahaya), pekerjaan konstruksi, perawatan bangunan, pertamanan dan
berbagai sektor pekerjaan lainnya yang diidentifikasi memiliki sumber bahaya.
Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai
dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan,
pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk
tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya
kecelakaan.
Menurut Permenaker PER.05 / MEN / 1996 Bab I,
salah satu upaya dalam mengimplementasikan kesehatan dan keselamatan kerja
adalah SMK3 (Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja). SMK3 meliputi
struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur,
proses, dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan,
pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan
kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja
guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. SMK3 merupakan
upaya integratif yang harus dilakukan tidak hanya dilakukan oleh pihak
manajemen tetapi juga para pekerja yang terlibat langsung dengan pekerjaan.
Perundang-undangan yang dihasilkan tentu saja
harus selalu diawasi dalam proses implementasinya. Proses pengawasan tersebut
diharapkan bisa menekan angka kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang
pada akhirnya menghasilkan angka zero accident yang memang merupakan tujuan
dilaksanakannya SMK3. Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun
pada pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya
personil pengawasan, sumber daya manusia yang masih kurang memilki pengetahuan
tentang kesehatan dan keselamatan kerja serta perusahaan-perusahaan yang
ternyata memang belum memenuhi standar kesehatan dan keselamatan kerja.Beberapa
program yang dilaksanakan pemerintah dalam upaya mewujudkan kesehatan dan
keselamatan kerja diantaranya adalah :
1.
Kebijakan, Hukum, dan Peraturan
a.
Undang-undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Indonesia mempunyai kerangka hukum K3 yang
ekstensif, sebagaimana terlihat pada daftar peraturan perundang-undangan K3
yang terdapat dalam Lampiran II. Undang-undang K3 yang terutama di Indonesia
adalah Undang-Undang No. 1/ 1970 tentang Keselamatan Kerja. Undang-undang ini
meliputi semua tempat kerja dan menekankan pentingnya upaya atau tindakan
pencegahan primer.
Undang-Undang No. 23/ 1992 tentang Kesehatan
memberikan ketentuan mengenai kesehatan kerja dalam Pasal 23 yang menyebutkan
bahwa kesehatan kerja dilaksanakan supaya semua pekerja dapat bekerja dalam
kondisi kesehatan yang baik tanpa membahayakan diri mereka sendiri atau
masyarakat, dan supaya mereka dapat mengoptimalkan produktivitas kerja mereka
sesuai dengan program perlindungan tenaga kerja.
b.
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Di antara negara-negara Asia, Indonesia
termasuk negara yang telah memberlakukan undang-undang yang paling komprehensif
(lengkap) tentang sistem manajemen K3 khususnya bagi perusahaan-perusahaan yang
berisiko tinggi. Peraturan tersebut (Pasal 87 UU no 13 Tahun 2003) menyebutkan
bahwa “setiap perusahaan yang mempekerjakan 100 karyawan atau lebih atau yang
sifat proses atau bahan produksinya mengandung bahaya karena dapat menyebabkan
kecelakaan kerja berupa ledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat
kerja diwajibkan menerapkan dan melaksanakan sistem manajemen K3.
Audit K3 secara sistematis, yang dianjurkan
Pemerintah, diperlukan untuk mengukur praktik sistem manajemen K3. Perusahaan
yang mendapat sertifikat sistem manajemen K3 adalah perusahaan yang telah
mematuhi sekurang-kurangnya 60 persen dari 12 elemen utama, atau 166 kriteria.
c.
Panitia Pembina K3 (P2K3)
Menurut Topobroto (Markkanen, 2004 : 15),
Pembentukan Panitia Pembina K3 dimaksudkan untuk memperbaiki upaya penegakan
ketentuan-ketentuan K3 dan pelaksanaannya di perusahaan-perusahaan. Semua
perusahaan yang mempekerjakan lebih dari 50 karyawan diwajibkan mempunyai
komite K3 dan mendaftarkannya pada kantor dinas tenaga kerja setempat. Namun,
pada kenyataannya masih ada banyak perusahaan dengan lebih dari 50 karyawan
yang belum membentuk komite K3, dan kalau pun sudah, komite tersebut sering
kali tidak berfungsi sebagaimana seharusnya.
d. Jaminan
Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK)
Berdasarkan Undang-Undang No 3/ 1992 tentang
Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Pemerintah mendirikan perseroan terbatas PT
JAMSOSTEK. Undang-undang tersebut mengatur jaminan yang berkaitan dengan :
(i) kecelakaan kerja [JKK],
(ii) hari tua [JHT],
(iii) kematian [JK], dan
(iv) perawatan kesehatan [JPK].
Keikutsertaan wajib dalam Jamsostek berlaku
bagi pengusaha yang mempekerjakan 10 karyawan atau lebih, atau membayar upah
bulanan sebesar1 juta rupiah atau lebih. Pekerja yang mengalami kecelakaan
kerja berhak atas manfaat/ jaminan yang meliputi (i) biaya transportasi, (ii)
biaya pemeriksaan dan perawatan medis, dan/ atau perawatan di rumah sakit,
(iii) biaya rehabilitasi, dan (iv) pembayaran tunai untuk santunan cacat atau
santunan kematian.
e.
Konvensi-konvensi ILO yang berkaitan dengan K3
Pada tahun 2003, Indonesia masih belum
meratifikasi Konvensi-konvensi ILO yang berkaitan dengan K3 kecuali Konvensi
ILO No 120/ 1964 tentang Higiene (Komersial dan Perkantoran). Tetapi hingga
tahun 2000, Indonesia sudah meratifikasi seluruh Konvensi Dasar ILO tentang Hak
Asasi Manusia yang semuanya berjumlah delapan.
Karena Indonesia mayoritas masih merupakan
negara agraris dengan sekitar 70% wilayahnya terdiri dari daerah pedesaan dan
pertanian, Konvensi ILO yang terbaru, yaitu Konvensi No. 184/ 2001 tentang
Pertanian dan Rekomendasinya, dianggap merupakan perangkat kebijakan yang
bermanfaat. Tetapi secara luas Indonesia dipandang tidak siap untuk
meratifikasi Konvensi ini karena rendahnya tingkat kesadaran K3 di antara
pekerja pertanian. Tingkat pendidikan umum pekerja pertanian di Indonesia juga
rendah, rata-rata hanya 3 sampai 4 tahun di sekolah dasar (Markkanen, 2004 :
16)
2.
Penegakan Hukum
Pemerintah Indonesia dalam melaksanakan
peraturan hukum terkait K3 kemudian membentuk lembaga-lembaga penunjang
diantaranya :
a.
Direktorat Pengawasan Norma K3 di DEPNAKERTRANS
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya,
pengawasan/ inspeksi keselamatan kerja telah didesentralisasikan dan tanggung
jawab untuk pengawasan tersebut telah dialihkan ke pemerintah provinsi sejak
tahun 1984. Di Direktorat Jenderal Pengawasan Ketenagakerjaan DEPNAKERTRANS,
sekitar 1,400 pengawas dilibatkan dalam pengawasan ketenagakerjaan secara
nasional. Sekitar 400 pengawas ketenagakerjaan memenuhi kualifikasi untuk
melakukan pengawasan K3 di bawah yurisdiksi Direktorat Pengawasan Norma K3
(PNKK).
b.
Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan
Pelayanan kesehatan kerja adalah tanggung
jawab Pusat Kesehatan Kerja di bawah Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan.
Pusat ini dibagi menjadi (i) Seksi Pelayanan Kesehatan Kerja, (ii) Seksi
Kesehatan dan Lingkungan Kerja, dan (iii) Unit Administrasi.
Pusat ini sudah menyusun Rencana Strategis
Program Kesehatan Kerja untuk melaksanakan upaya nasional. K3 merupakan salah
satu program dalam mencapai Visi Indonesia Sehat 2010, yang merupakan kebijakan
Departemen Kesehatan saat ini. Visi Indonesia Sehat 2010 dibentuk untuk mendorong
pembangunan kesehatan nasional, meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata
dan terjangkau untuk perorangan, keluarga, dan masyarakat .
c.
Dewan Tripartit National Keselamatan dan Kesehatan Kerja (DK3N)
Dewan K3 Nasional (DK3N) dibentuk oleh DEPNAKERTRANS
pada tahun 1982 sebagai badan tripartit untuk memberikan rekomendasi dan
nasihat kepada Pemerintah di tingkat nasional. Anggota Dewan ini terdiri dari
semua instansi pemerintah yang terkait dengan K3, wakil-wakil pengusaha dan
pekerja dan organisasi profesi. Tugasnya adalah mengumpulkan dan menganalisa
data K3 di tingkat nasional dan provinsi, membantu DEPNAKERTRANS dalam
membimbing dan mengawasi dewan-dewan K3 provinsi, melakukan kegiatan-kegiatan
penelitian, dan menyelenggarakan program-program pelatihan dan pendidikan.
Selama periode 1998-2002, DK3N telah menyelenggarakan sekurangkurangnya 27
lokakarya dan seminar mengenai berbagai subyek di sektor-sektor industri
terkait. DK3N juga telah menerbitkan sejumlah buku dan majalah triwulan.
Pada hakikatnya kita memang tidak akan
menemukan konsep dan realita yang berjalan bersamaan, begitu pula dengan
implementasi dari K3 yang belum bisa berjalan maksimal apabila belum ada
komitmen yang tegas dari berbagai pihak baik pmerintah, pengusaha dan lembaga terkait
lainnya dalam melaksanakan K3.
BAB III
PENUTUP
Dari pemaparan makalah di atas, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu usaha dan
upaya untuk menciptakan perlindungan dan keamanan dari resiko kecelakaan dan
bahaya baik fisik, mental maupun emosional terhadap pekerja, perusahaan,
masyarakat dan lingkungan. Jadi kesehatan dan keselamatan kerja tidak melulu
berkaitan dengan masalah fisik pekerja, tetapi juga mental, psikologis dan
emosional.
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan
salah satu unsur yang penting dalam ketenagakerjaan. Oleh karena itulah sangat
banyak berbagai peraturan perundang-undangan yang dibuat untuk mengatur
nmasalah kesehatan dan keselamatan kerja. Meskipun banyak ketentuan yang mengatur
mengenai kesehatan dan keselamatan kerja, tetapi masih banyak faktor di
lapangan yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja yang disebut sebagai
bahaya kerja dan bahaya nyata. Masih banyak pula perusahaan yang tidak memenuhi
standar keselamatan dan kesehatan kerja sehingga banyak terjadi kecelakaan
kerja.
Oleh karena itu, perlu ditingkatkan sistem
manajemen kesehatan dan keselamatan kerja yang dalam hal ini tentu melibatkan
peran bagi semua pihak. Tidak hanya bagi para pekerja, tetapi juga pengusaha
itu sendiri, masyarakat dan lingkungan sehingga dapat tercapai peningkatan mutu
kehidupan dan produktivitas nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Husni, Lalu. 2003. Hukum Ketenagakerjaan
Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Markkanen, Pia K. 2004. Kesehatan dan
Keselamatan Kerja di Indonesia. Jakarta : Internasional Labour Organisation Sub
Regional South-East Asia and The Pacific Manila Philippines
Saksono, Slamet. 1998. Administrasi
Kepegawaian. Yogyakarta: Kanisius.
Suma’mur. 1981. Keselamatan Kerja dan
Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: Gunung Agung.
Sutrisno dan Kusmawan Ruswandi. 2007. Prosedur
Keamanan, Keselamatan, & Kesehatan Kerja. Sukabumi: Yudhistira.
Sumber Internet:
http://sarisolo.multiply.com/journal/item/35/kecelakaan_kerja_di_perusahaan.
http://saintek.uin-suka.ac.id/file_kuliah/manajemen%20lab%20kimia.doc.
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/10/kesehatan-dan-keselamatan-kerja-k3.html
http://araralututu.wordpress.com/2009/12/19/my-k3ll-project/
http://solehpunya.wordpress.com/2009/02/03/implementasi-k3-di-indonesia/
KEBIJAKAN KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA
” KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA ”
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah: K3L
Posting Komentar untuk "SISTEM MANAJEMEN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA"